Takutlah Dengan Penuh Harap

Bismillah…, Alhamdulillah washalatu wassalamu’ala rasulillah wa ‘ala alihi wa ashabihi wa man tabi’ahum biihsanin ila yaumiddin.
Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menepuk bahu sahabat Ibnu umar seraya berwasiat: “Jadilah kamu di dunia seperti orang asing yang tinggal di negeri orang, atau musafir yang singgah di suatu kampung.” (HR. Bukhari)
Hidup di dunia ini hanya sebentar, ajal akan segera menjemput, maka ambillah bekal untuk perjalanan sesungguhnya; perjalanan menuju akhirat. Perjalanan yang berat dan melelahkan yang berakhir antara dua pilihan, surga atau neraka.

Takutlah kepada Allah ta’ala yang adzab-Nya sangat pedih, api yang menyala-nyala dan neraka Jahanam bagi orang-orang yang mendurhakainya. Mohonlah ampunan, pahala dan karunia-Nya berupa surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dengan penuh harapan.
Takutlah kepada Allah dengan menjauhi dosa dan maksiat serta semua larangan-Nya. Mengharaplah dari Allah ta’ala keridaan dan surga-Nya. Sehingga kita terdorong untuk melaksanakan kewajiban, beribadah dan bersegera dalam kebaikan dan amal shalih.
Perintah agar takut kepada Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya mereka itu tiada lain hanyalah syetan yang menakuti-nakuti kamu dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik), karena itu janganlah takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku saja jika kemu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Imron: 175)
Allah Ta’ala juga memerintahkan yang artinya, “Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu (Allah).” (QS. Al-Maidah: 3)
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah (saja). Maka mereka itulah yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah: 18)
Anjuran untuk berharap pertemuan dengan Allah dan Rahmat-Nya
Allah berfirman yang artinya, “Barang siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Rabb-Nya, maka hendaklah da beramal sholih dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dan ibadahnya.” (QS. Al-Kahfi: 110)
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijarah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang mengharap rahmat Allah.” (QS. Al-Baqarah: 218)
Antara takut dan harap
Cerminan orang yang takut kepada Allah :
– Segera meninggalkan maksiat apabila dia telah terjerumus di dalamnya.
– Lekas bertaubat dari semua dosa.
– Menjauhi maksiat dan semua perkara yang bisa menyeretnya kepada maksiat dan hal lain yang diharamkan.
– Mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah dan amal shalih sebagi benteng baginya dari adzab Allah.
– Menggapai ridha dan kecintaan Allah serta mendahulukan cinta kepada Allah di atas cinta kepada makhluk.
Gambaran orang yang mengharap rida Allah :
– Berharap agar dicintai Allah dengan melakukan ketaatan dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah.
– Mencintai pahala dan surga yang dijanjikan oleh Allah bagi hamba-Nya yang taat.
– Takut apabila hal yang ia harapkan itu tidak ia peroleh.
– Berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan pahala dan kenikmatan yang Allah janjikan disertai dengan do’a dan memohon kepada Allah.
– Mendahulukan kenikmatan akhirat dan tidak tertipu oleh kesenangan dunia yang sesaat.
– Memandang nikmat Allah (seperti harta, sehat dan waktu luang) sebagi ujian dari Allah, apakah ia gunakan untuk ketaataan atau kemaksiatan?
Berharap tanpa beramal ibarat fatamorgana
Seseorang yang mengaku takut kepada Allah, mengharap surga-Nya akan tetapi ia tidak beramal shalih, maka harapan itu ibarat fatamorgana. Laksana seorang yang punya lahan subur, berharap akan memetik hasil panen, akan tetapi ia engggan menanam benih, enggan bercocok tanam, bahkan membiarkan lahannya begitu saja. Bagaimana ia berharap menikmati hasil panen tanpa bekerja?
Orang yang tertipu mengaku takut kepada Allah, akan tetapi ia terus bergelimang dalam maksiat. Mengaku mengharap surga Allah, namun dia malas beribadah atau beribadah tapi tidak mengikhlaskan niatnya. Sungguh dia telah tertipu oleh nikmat yang Allah berikan di dunia dan berharap kelak di akhirat Allah berikan yang lebih baik.
Hamba yang paling takut kepada Allah
Sahabat Anas Radhiallahu ‘anha menceritakan kisah tiga orang sahabat yang datang ke rumah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menanyakan ibadah yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah mereka mendapat jawaban, mereka berkata: “Kita tidak ada apa-apanya dibanding Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah orang yang telah ampuni dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang.” Kemudian salah satu diantara mereka berkata: “Aku akan shalat malam tanpa tidur.” Seorang lagi berucap: “Aku akan puasa setiap hari tanpa jeda.” Yang lain berkata: “Aku akan menjauhi wanita (aku tidak akan menikah).”
Lalu datanglah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, “Ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan paling bertakwa kepada-Nya, tetapi aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat malam dan juga tidur dan aku menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci sunnah-ku, maka bukan termasuk golonganku.”
Agar takut kepada Allah dan jujur dalam mengharap surga-Nya
  1. Mempercayai akan pedihnya adzab Allah. Dan ancaman Allah pasti terlaksana atas orang-orang yang berhak. Serta mengimani hari akhir dan surga dengan segala kenikmatan di dalamnya.
  2. Memahami betapa buruknya dosa dan maksiat dan memahami agungnya hak Allah.
  3. Meyakini bahwa semua larangan Allah sekecil apapun pasti mendatangkan keburukan, bisa jadi berupa siksa di dunia atau adzab di akhirat. Sebaliknya, segala perintah Allah sekecil apapun pasti membuahkan kebaikan, bisa jadi kabar gembira yang disegerakan di dunia, sedangkan ganjaran yang lebih baik akan ia peroleh di akhirat, di mana hari itu yang ada hanyalah hisab dan balasan.
  4. Hendaknya mengetahui bahwa bisa jadi dia terhalang dari pintu taubat. Oleh karena itu, selagi masih ada kesempatan, mohonlahlah rahmat dan ampunan-Nya.
Semoga Allah menuntun “ubun-ubun” kita agar menjadi hamba yang takut kepada-Nya, tidak putus asa dalam mengharap rahmat dan karunia-Nya.
Dan semoga Allah memberi hidayah untuk beribadah dan mengikhlaskan ibadah serta beramal di atas ilmu.
[ Ahamad Muhafidz ]
Share,
 
"Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka ... neraka.[ HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah ]"