Hati-Hati dengan Harta

Harta merupakan salah satu nikmat Allah Ta’ala yang dikaruniakan kepada umat manusia. Keindahannya demikian mempesona. Pernak-perniknya pun teramat menggoda. Ini mengingatkan kita akan firman Allah Ta’ala yang artinya: “ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada segala apa yang diingini (syahwat), yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (al-Jannah).” (Ali ‘Imran: 14)


Ketertarikan Hati Manusia Terhadap Harta
Manusia merupakan makhluk Allah Ta’ala yang berjati diri amat dzalim (zhalum) dan amat bodoh (jahul). Demikianlah Allah Ta’ala, Rabb semesta alam, mensifati mereka, sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya:  “Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.” (Al-Ahzab: 72)
Jika demikian kondisinya, maka tak mengherankan bila (kebanyakan) manusia teramat berambisi mengumpulkan dan menumpuknya. Sungguh benar, apa yang disabdakan dan diperingatkan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam:  “Kalaulah anak Adam (manusia) telah memiliki dua lembah dari harta, niscaya masih berambisi untuk mendapatkan yang ketiga. Padahal (ketika ia berada di liang kubur) tidak lain yang memenuhi perutnya adalah tanah, dan Allah Maha Mengampuni orang-orang yang bertaubat.” (HR. Al-Bukhari)
Dapat Melalaikan dari Dzikrullah
Para pembaca yang mulia, ketika hati anak manusia amat cinta kepada harta bahkan berambisi untuk mengumpulkan dan menumpuknya, maka sudah barang tentu harta tersebut dapat melalaikannya dari ketaatan kepada Allah Ta’ala (dzikrullah). Allah Ta’ala yang Maha Mengetahui keadaan para hamba-Nya telah memberitakan hal ini, sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya: “Telah melalaikan kalian perbuatan berbanyak-banyakan. Hingga kalian masuk ke liang kubur.” (At-Takatsur:  1-2)
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata: “Telah melalaikan kalian (dari ketaatan) perbuatan berbanyak-banyakan dalam hal harta dan anak.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Dapat Menjadikan Seseorang Sombong
Kisah berikutnya adalah tentang para pembesar Bani Israil yang memprotes Nabi mereka atas diangkatnya Thalut sebagai raja mereka. Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja kalian.’ Mereka menjawab: ‘Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedangkan dia pun bukan orang yang kaya?’ (Nabi mereka) berkata: ‘Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kalian dan menganugerahinya ilmu yang luas serta tubuh yang perkasa.’ Allah memberikan kekuasaan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas Pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 247)
Para pembaca, demikianlah beberapa fenomena mengerikan tentang harta dan perannya yang amat besar dalam mengantarkan anak manusia kepada kesombongan. Akibatnya, kebenaran dengan ‘enteng’ ditolaknya dan orang-orang mulia pun direndahkannya.
Hanya Titipan
Maka dari itu, tidaklah pantas bagi seorang muslim yang diberi karunia harta oleh Allah Ta’ala lalai dari dzikrullah dan berbangga diri (sombong) dengan hartanya. Bukankah harta itu merupakan titipan Allah Ta’ala yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hari kiamat? Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Kemudian kalian pasti akan ditanya pada hari itu (hari kiamat) tentang kenikmatan (yang kamu bermegah-megahan dengannya).” (At-Takatsur: 8)
[Wahyu Budiman]

Share,
 
"Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka ... neraka.[ HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah ]"